Harga Mete Melambung, Pedagang Terpaksa Datangkan Mete Luar Sultra

Monday, 17 January 2011. KENDARINEWS -- Kendari, Cuaca ekstrim yang saat ini masih terjadi, berbias ke petani mete. Musim panen yang harusnya dirasakan ternyata membuat mereka merasakan dampak gagal panen. Pedagang mete juga merasakan dampaknya, terutama kios-kios mete di seputaran By Pass Kendari. Tidak adanya mete lokal membuat mereka harus mendatangkan dari provinsi lain seperti Sulteng, Pulau Buru (Maluku),NTT dan Makassar. Harga jual mete pun tentu lebih mahal, yang berimbas pada daya beli masyarakat yang semakin menurun.

Wa Mauni, pemilik usaha Sinar Mete di By Pass Kendari mengatakan pasca lebaran sudah susah mendapatkan mete. Daerah penghasil seperti Raha dan Buton, sudah tidak ada lantaran gagal panen. Untuk itu mete didatangkan dari beberapa daerah dengan harga beli Rp 73 ribu - Rp 78 ribu. "Kami jual Rp 85 ribu perkilogram, padahal sebelumnya Rp 58 ribu. Rata-rata di seputaran By Pass ini, metenya di datangkan dari luar provinsi dengan harga jual sama, tidak ada lagi mete lokal," terangnya.

Menurut Wa Mauni, mete dari luar daerah kualitasnya tidak sebagus mete lokal. Selain harganya yang mahal, mete dari luar juga tipis, tidak seperti mete produk Raha dan Buton, tekstur dagingnya tebal. Beberapa bulan yang lalu, Mauni sempat membeli mete dari Kolono dalam bentuk gelondongan. Kemudian mete gelondongan itu dikirimkan ke Raha untuk dikupaskan dengan perbandingan enam kilogram mete gelondongan menghasilkan satu kilo gram mete kupas. Beda dengan mete dari Raha dan Buton kalau empat kilogram menghasilkan satu kilogram mete kupas.

Tapi dengan membeli mete gelondong versi Mauni justru merugi, karena ongkos kupas perkilogram sekitar Rp 7 ribu. Belum lagi ongkos kirim bila sudah dikupas perkarung dengan kapasitas 75 kilo gram sekitar Rp 40 ribu. "Kalau saya kalkulasi malah rugi, makanya lebih baik membeli yang sudah dikupas dari daerah lain. Meskipun mahal kita tinggal olah. Mete dari luar memang agak jelek, selain dagingnya tipis dan kecil juga banyak yang rusak, kita harus sortir. Dengan mematok harga jual Rp 85 ribu perkilogram keuntungan yang kami peroleh sangat minim,"paparnya.

Akibat tidak adanya stok bahan baku, akhirnya Mauni menghentikan pinjaman dari bank. Bulan ini saatnya dia harus ambil uang dari bank, karena pinjaman terdahulu hampir lunas. Tapi terpaksa ditunda karena tidak ada mete lokal. "Ambil modal dari bank itu harus diputar, kalau yang mau diputar belum ada untuk apa," paparnya.

Selain Mauni ada juga Wa Bura, pemilik usaha serupa di By Pass Kendari. Ia mengalami hal yang sama. Malah menurutnya daya beli masyarakat turun drastis akibat mahalnya harga jual. Kalau sebelumnya penjualan dalam satu hari bisa mencapai Rp 2.5 juta, tapi saat ini satu juta rupiah saja tidak pasti. "Dulu setiap tamu yang datang ke Kendari pasti membeli mete, sekarang kalau tanya harganya Rp 85 ribu malah tidak jadi. Katanya sama dengan di daerahnya," paparnya.

Wa Bura pun bingung, seandainya mete sudah tidak bisa diperoleh, atau harganya tinggi dan tidak bisa dijual, dia berniat mau beralih ke usaha sembako atau lainnya yang lebih menjanjikan. "Kalau tahun ini masih musim hujan, tidak panen lagi mete, jadi tidak bisa kita menjual. Tapi kalau musim membaik masih ada harapan mete berbuah," pungkasnya. (lis/awl)

Komentar