Padi Payo Semakin Langka

Varietas beras payo khas Kerinci semangkin langka dipasaran, bahkan terancam punah bila pemerintah tidak segera turun tangan ikut membudidayakan. Petani sawah di Kerinci saat ini lebih tertarik menanam paritas padi jenis R 46 dan paritas padi kerinting, karena nilai ekonominya lebih menguntungkan dari pada menanam paritas beras payo. 

Menurut Khatib Hasan, salah seorang petani sawal asal Desa Lempur, Kecamatan Gunung Raya, nilai ekonominya tidak jauh berbeda dengan paritas padi biasa, lebih baik menam padi yang berumur paling lama 3 sampai 4 bulan, dalam setahun dapat dilakukan dua kali. Sementara untuk jenis paritas padi payo, sejak dari mulai menanam sampai melaksanakan panen dibutuhkan waktu 1 tahun. Hasilnyapun lebih sedikit dibandingkan dengan paritas padi biasa.

Kendati demikian, diperkirakan masih ada petani yang sawahnya menanam paritas padi payo. Namun itu hanya tinggal beberapa orang saja, sebab hasil 1 ha untuk jenis paritas padi payo paling banyak 4 ton, sementara paritas padi biasa bisa mencapai 5 hingga 6,5 ton/perhektar gabah kering basah (GKB) dan nilai ekonomis lebih menguntungkan.

"Pada prinsinya, bukan petani sawah Kerinci tidak mau menanam paritas padi payo, hanya saja dikarena paktor desakan ekonomi dan waktu. Kalaupun ada yang menanam paritas payo untuk konsumsi mereka saja, bukan untuk dijual ke orang lain," jelas Hasan kepada InfoJambi.com, Selasa (10/5).

Dijelaskan Hasan, permitaan beras payo cukup banyak, terutama dari pemilik rumah makan, kendati harganya berkisar antara  Rp 160 – Rp 175 ribu per/kaleng (16 Kg). Sementara beras biasa harganya saat ini dipasar tradisional berkisar antara Rp 110 – Rp 130 per/kaleng.

Kelangkaan paritas padi payo cukup mendapat perhatian serius dari Bupati Kerinci, H Murasman. Bahkan bupati menrencanakan musin tanam akan datang meminta Dinas Pertanian dan Perkebunan Kerinci agar membuat suatu proram membudidayaan paritas padi payo. 

"Paritas padi payo, merupakan ciri khas Kabupaten Kerinci. Saat ini paritas padi payo hanya tinggal di Lempur saja,” sebut Murasman.

Menurut Murasman, padi payo tidak ada ditempat lain. Selain itu, harganya juga sangat mahal. “Kalau dilihat dari harga, saya kira sama saja dengan menanam padi biasa. Walaupun panen satu tahun sekali, harganya lebih mahal,” tambahnya.

Bupati meminta kepada warga, kurangi untuk tidak membangun rumah dilahan produktif, sebab penyusutan lahan persawahan setiap tahun di Kabupaten Kerinci cukup tingi, rata-rata 5 tahun belakangan ini dari data sensus diperkirakan lebih dari 2,5 persen pertahun. (infojambi.com/AS/11 Mei 2011)

Komentar