Prospek Industri Sabut Kelapa Sangat Besar

Sentra Teknologi Polimer (STP) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyambut baik pengembangan industri hilir sabut kelapa Indonesia yang saat ini dikembangkan Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI).Sebagai bentuk dukungannya, Sentra Teknologi Polimer BPPT siap terlibat di dalamnya dalam rangkaian pemberian nilai tambahnya.

“Prospeknya luar biasa, semoga STP - BPPT dapat menjadi bagian dalam menyukseskan "coco" program AISKI ini.

Kepala STP– BPPT, Asep Riswoko, mengatakan bahwa sesuai hasil riset STP- BPPT, sabut kelapa sangat layak dimanfaatkan untuk bahan baku plywood komposit.
"Mudah-mudahan ini menjadi langkah awal untuk menjadi program nasional dan kami harapkan STP terlibat di dalamnya,” kata Asep Riswoko, di Jakarta, Sabtu (15/9/2012).

Sebelumnya, saat menerima kunjungan Ketua Umum AISKI Efli Ramli didampingi Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Ady Indra Pawennari, dan Ketua Bidang Ekonomi dan Bisnis Vinolita di Puspitek, Serpong, Jawa Barat, Asep mempresentasikan hasil riset lembaga yang dipimpinnya terkait pemanfaatan sabut kelapa untuk produk plywood komposit.

Jika hasil riset ini bisa dikembangkan, kata Asep, maka Indonesia akan mengurangi penggunaan kayu dalam pembuatan plywood komposit dan sejenisnya hingga 70 persen.

"Ujicoba terhadap penggunaan serat dan serbuk sabut kelapa dalam pembuatan produk plywood komposit cukup berhasil, baik dari segi estetika maupun kualitas dan ketahanannya,” beber Asep.

Saat ini potensi buah kelapa Indonesia yang jumlahnya mencapai 15 miliar butir per tahun, bukanlah jumlah yang sedikit. Jika setiap butir sabut kelapa menghasilkan 0,39 kilogram coco peat, maka jumlah coco peat yang berpotensi dijadikan plywood bisa mencapai 5,8 juta ton per tahun. “Ini jumlah yang tidak main-main,” ungkap Asep.

Industri Hilir

Sementara itu, Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan AISKI, Ady Indra Pawennari mengapresiasi hasil riset STP-BPPT ini.

Dia berharap pemerintah segera mendorong pembangunan industri hilir sabut kelapa. Dengan demikian, Indonesia tidak lagi mengekspor sabut kelapa dalam kondisi mentah, tapi sudah diolah dalam bentuk produk jadi.

Penggunaan plywood komposit dari sabut kelapa ini, dapat mengurangi terjadinya penebangan liar dan pemanfaatan kayu secara ilegal.

“AISKI sudah memulainya, tapi masih sangat tradisional dengan peralatan yang sederhana. Kita berharap pemerintah tidak tinggal diam. Indonesia sebagai produsen buah kelapa terbesar dunia, harus mampu memaksimalkan produk hasil sampingnya. Bayangkan, China yang tidak punya kebun kelapa, tapi menjadi raja pemasok sabut kelapa dunia,” kata Adi.

Beberapa produk sabut kelapa yang sudah diproduksi anggota AISKI, jelas Ady, di antaranya jok mobil, kasur berkaret, matras, tali, jaring, briket bahan bakar, keset kaki, dan media tanam.

Beberapa produk lainnya sedang dalam pengujian adalah batako dari sabut kelapa.

“Batako sabut kelapa ini sedang dalam pengujian melalui perendaman di air. Sekarang sudah memasuki bulan keenam, tapi belum ada perubahan secara fisik. Selain bobotnya ringan, batako sabut kelapa ini dapat berfungsi sebagai peredam panas,” katanya.

Indonesia, meski sebagai produsen buah kelapa terbesar dunia, namun masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan Srilanka dan India dalam pemanfaatan sabut kelapanya sebagai komoditas bernilai ekonomi.

Srilanka mampu memasok sabut kelapa sebanyak 50 persen untuk kebutuhan dunia. Sementara Indonesia hanya mampu memasok sekitar 10 persen atau sebanyak 50 ribu ton per tahun.

Harga penjualan serat sabut kelapa atau coco fiber di pasaran internasional mengalami penurunan yang signifikan. Selama tahun 2012 ini, harga penjualan serat sabut kelapa di pasaran internasional sudah mengalami tiga kali penurunan, yakni mulai dari harga 400 dolar Amerika per ton hingga turun ke harga 300 dolar Amerika per ton.

“Sudah saatnya pasar dalam negeri diperkuat. Kita jangan lagi bergantung pada pasar ekspor yang didominasi oleh China. Kurangi impor barang yang berbahan baku sabut kelapa, sehingga industri sabut kelapa yang mayoritas kelompok usaha kecil bisa berkembang,” tambahnya.

Sebetulnya, ada banyak cara untuk meningkatkan pemanfaatan sabut kelapa di dalam negeri. Misalnya, pemerintah membuat kebijakan gerakan nasional pemanfaatan sabut kelapa terhadap produk kasur, bantal, jok motor, jok mobil, sofa dan lain-lain. (tribunnews)

Komentar